A. Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
Penilaian Otentik adalah suatu proses pengumpulan data siswa
baik yang dilakukan selama proses pembelajaran, maupun terhadap hasil belajar.
Data-data yang dikumpulkan tersebut selanjutnya dianalisis dan hasil analisis
tersebut berfungsi sebagai balikan terhadap pembelajaran, maupun sebagai bahan
pengambilan keputusan terhadap status siswa (formatif dan sumatif). Otentik
berarti nyata, riil seperti yang terjadi dalam kehidupan. Dengan demikian,
asesmen otentik adalah asesmen yang meminta siswa untuk melakukan tugas-tugas
nyata yang mewakili atau menunjukkan aplikasi secara bermakna atas pengetahuan
dan keterampilan yang dimilikinya. Wiggins (1993) mengatakan bahwa asesmen
otentik merupakan:
“Engaging and worthy problems or questions of
importance, in which students must use knowledge to fashion performances
effectively and creatively. The tasks are either replicas of or analogous to
the kinds of problems faced by adult citizens and consumers or professionals in
the field.”
“Masalah atau
pertanyaan yang bermakna dan melibatkan siswa menggunnakan pengetahuannya untuk
melakukan unjuk kerja secara efektif dan kreatif. Tugas yang diberikan dapat
berupa replica atau analogi dari jenis permasalahan yang dihadapi orang dewasa
dan mereka yang dapat terlibat pada bidang tersebut” (terjemahan oleh penulis
makalah).
Dengan pengertian di atas, sangat
jelas bahwa asesmen otentik sangat terkait dengan upaya pencapaian kompetensi.
Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang terunjukkerjakan
dalam kebiasaan berfikir dan bertindak dalam suatu persoalan yang dihadapi. Ciri utama kompetensi adalkah “able to do‟, yaitu siswa dapat melakukan sesuatu berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang
dipelajarinya. Melalui asesmen otentik, hal tersebut sangat mungkin untuk
diterjadikan. Oleh karena itu, KTSP dengan jelas menyarankan guru untuk
mengurangi menggunakan tes-tes objektif, utamanya untuk asesmen yang bersifat
formatif.
Dalam Asesmen otentik,
ciri peserta didik aktif membangun pengetahuan, hingga terbentuk
kompetensi seperti yang ditetapkan dalam SKL, SK, KD, dan indikator. Tes-tes
objektif bukan termasuk dalam asesmen otentik
karena jenis tes tersebut merupakan imposed target by the tester with
only one single answer. Tes objektif tidak memberi kesempatan peserta didik
menemukan jawaban atas persoalan yang dihadapi dengan caranya sendiri, tetapi
dipaksa dengan hanya sedikit pilihan tanpa boleh mengambil pilihan diluar
pilihan yang diberikan.
Secara garis besar, asesmen otentik memiliki
sifat-sifat
1)
berbasis
kompetensi yaitu asesmen yang mampu
memantau kompetensi seseorang. Asesmen otentik pada dasarnya adalah asesmen
kinerja, yaitu suatu unjuk kerja yang ditunjukkan sebagai akibat dari suatu
proses belajar yang komprehensif. Kompetensi adalah atribut individu peserta
didik, oleh karena itu asesmen berbasis kompetensi bersifat
2)
individual. Kompetensi tidak dapat
disamaratakan pada semua orang, tetapi bersifat personal. Karena itu, asesmen
harus dapat mengungkapkan seoptimal mungkin kelebihan setiap individu, dan juga
kekurangannya (untuk bisa dilakukan perbaikan);
3)
berpusat pada peserta didik karena
direncanakan, dilakukan, dan dinilai oleh guru dengan melibatkan secara optimal
peserta didik sendiri;
4)
Asesmen
otentik bersifat tak terstruktur dan open-ended, dalam arti,
percepatan penyelesaian tugas-tugas otentik tidak bersifat uniformed dan
klasikal, juga kinerja yang dihasilkan tidak harus sama antar individu di suatu
kelompok.
5)
Untuk
memastikan bahwa yang diases tersebut benar-benar adalah kompetensi riil
individu (peserta didik) tersebut, maka asesmen harus dilakukan secara otentik (nyata, riil seperti kehidupan
sehari-hari) dan sesuai dengan proses pembelajaran yang dilakukan, sehingga
asesmen otentik berlangsung secara (5) terintegrasi dengan proses
pembelajaran.
6)
Asesmen
otentik bersifat on-going atau
berkelanjutan, oleh karena itu asesmen harus dilakukan secara langsung pada
saat proses belajar mengajar berlangsung, dimana dapat terpantau proses dan
produk belajar.
Dengan demikian, asesmen otentik memiliki sifat
berpusat pada peserta didik, terintegrasi dengan pembelajaran, otentik,
berkelanjutan, dan individual.
Sifat asesmen otentik yang komprehensif juga dapat
membentuk unsur-unsur metakognisi dalam diri siswa seperti risk-taking,
kreatif, mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi dan divergen,
tanggungjawab terhadap tugas dan karya, dan rasa kepemilikan (ownership).
Ada beberapa alasan mendasar kenapa
guru seyogyanya menggunakan asesmen otentik. Pertama, asesmen otentik adalah pengukuran langsung terhadap
atribut siswa. Sesungguhnya, tujuan akhir pembelajaran bukan sekadar siswa
menguasai konten materi yang diajarkan, namun, mereka harus bisa menggunakan
pengetahuan dan keterampilannya dalam menghadapi persoalan kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, sangatlah penting dilakukan asesmen secara
langsung terhadap bagaimana siswa dapat melakukan tuntutan dunia nyata tersebut
dalam situasi yang otentik. Dalam tes non otentik seperti pilihan ganda, hasil
baik yang dicapai anak hanya dapat diasumsikan mewakili kompetensinya, namun ini
hanya asumsi, alias bukti (evidence) tidak langsung. Maka, jika seorang guru
mengajarkan tentang cara membuat pisang goreng, tidaklah mewakili jika siswa
dites pemahamannya hanya dengan tes tulis tentang cara membuat pisang goreng.
Siswa harus diases kemampuannya dalam membuat pisang goring untuk memastikan
bahwa kemampuan tersebut telah terakuisisi.
Kedua, asesmen
otentik sesuai dengan perspektif belajar konstruktivis. Untuk membangun
pengetahuannya, siswa tidak dapat hanya dengan mengulang informasi yang
diperolehnya. Dengan menugaskan siswa melakukan kegiatan-kegiatan otentik
seperti membuat pisang goreng berarti siswa menunjukkan atau mendemonstrasikan kemampuan yang telah
dikuasainya. Siswa juga terlibat (engage) secara langsung dalam kegiatan asesmen.
Dan hal ini merupakan proses belajar yang konstruktif.
Ketiga, asesmen
otentik memberi kesempatan siswa untuk menunjukkan kemampuannya dengan
cara-cara yang bervariasi, bukan dengan satu cara saja. Sangat penting bagi
guru untuk member kesempatan ini karena sebagaimana kita tahu, setiap orang
(siswa) memiliki kelebihan dan kekurangan, demikian pula setiap orang memiliki
cara yang berbeda-beda dalam menunjukkan kemampuannya. Pada asesmen tradisional
seperti tes pilihan ganda, samasekali tidak ada ruang variabilitas tersebut.
Memang, tes-tes objektif dapat membandingkan siswa secara mudah karena apa yang
diharapkan dilakukan siswa persis sama, namun, jika asesmen otentik seperti
asesmen kinerja direncanakan dan dilaksanakan secara baik, maka tetap saja antara
siswa dapat dibandingkan karena unjuk kerja yang diharapkan sama, meskipun
caranya mungkin berbeda. Dan yang juga penting diingat, dalam membangun
kompetensi, siswa tidak dibandingkan dengan temannya, melainkan dibanding
dengan suatu criteria ketuntasan kompetensi atau KKM.
A.1. Menggunakan
Asesmen Otentik Dalam Pembelajaran
A.1.1. Asesmen Kinerja
Asesmen kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan
berbagai bentuk tugas-tugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan
sejauhmana yang telah dilakukan dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada
kinerja (performance) yang ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas
atau permasalahan yang diberikan. Hasil yang diperoleh merupakan suatu hasil
dari unjuk kerja tersebut.
Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam
proses. Artinya, hasil-hasil kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan
program itu digunakan sebagai basis untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai
perkembangan dari satu pencapaian program tersebut.
Terdapat tiga komponen utama dalam
asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja (performance task), rubrik
performansi (performance rubrics), dan cara penilaian (scoring guide).
Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas, deskripsi
tugas, dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu
rubrik yang berisi komponen-komponen suatu performansi
ideal, dan deskriptor dari setiap komponen tersebut. Cara penilaian kinerja ada
tiga, yaitu :
(1)
holistic
scoring, yaitu pemberian skor
berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi;
(2)
analytic
scoring, yaitu pemberian skor
terhadap aspek-aspek yang berkontribusi terhadap suatu performansi; dan
(3)
(3) primary
traits scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan beberapa unsur dominan
dari suatu performansi.
Contoh unjuk kerja siswa yang dapat diases dengan
asesmen kinerja antara lain penyajian lisan (seperti keterampilan berbicara,
berpidato, baca puisi, membaca nyaring, bercerita, pemecahan masalah dalam
kelompok. partisipasi dalam diskusi. Menari, memainkan alat musik, olah raga,
menggunakan alat lab, dan bermain.
Asesmen kinerja
(Performance) otentik karena dalam asesmen kinerja siswa dituntut untuk
mendemontrasikan inkuiri ilmiah mereka, melakukan penalaran dan keterampilan
dalam menyelesaikan beberapa tugas menarik dan menantang dalam konteks
kehidupan nyata (NSTA, 2002). Agar mendapatkan alat evaluasi yang valid
tugas-tugas kinerja harus memiliki criteria berikut (Nur, 2001)
(1)
memusatkan pada
elemen-elemen pengajaran yang penting .
(2)
sesuai dengan isi
kurikulum yang diacu,
(3)
mengintegrasikan
informasi, konsep, ketermpilan, dan kebiasaan kerja,
(4)
melibatkan siswa,
(5)
mengaktifkan
kemauan siswa untuk bekerja,
(6)
layak dan pantas
untuk seluruh siswa,
(7)
ada keseimbangan
antara kerj akelompok dan kerja individu
(8)
tersetruktur
dengan baik untuk memudahkan pemahaman,
(9)
memiliki proses
dan produk yang otentik ,
(10) memasukan
penilaian diri,
(11) memungkinkan
umpan balik dari orang lain.
A.1.2 Langkah-langkah
Implementasi Asesmen Kinerja
Berikut langkah-langkah yang perlu diperhatikan untuk
membuat penilaian kinerja yang baik antara lain :
a)
Identifikasi
semua langkah-langkah penting yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil
akhir yang terbaik
b)
Tuliskan perilaku
kemampuan-kemapuan spesifik yang penting dan diperlukan untuk menyelesaikan
tugas dan menghasilkan hasil akhir yang terbaik;
c)
Usahakan untuk
membuat criteria-kriteria kemampuan yang akan diukur tidak terlalu banyak
sehingga semua criteria tersebut dapat diobservasi selama siswa melaksanakan
tugas;
d)
Definisikan dengan
jelas kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan kemapuan siswa yang harus
diamati (observable) atau karakteristik
produk yang dihasilkan;
e)
Urutkan criteria
kemampuan yang akan diukur berdarkan urutan yang dapat diamati;
f)
Kalau ada,
periksa kembali dan bandingkan dengan criteria kemampuan yang sudah dibuat
sebelumnya oleh orang lain dilapangan.
A.1.2 Metode
Asesmen Kinerja
Kriteria performansi merupakan
indikator unjuk kerja. Dalam sebuah tugas tentukan dahulu proses, produk atau
keduanya karena ini menentukan kriteria yang dibuat. Berikut contoh kriteria
yang menunjukkan keterampilan siswa mengukur volume air menggunakan gelas ukur.
1. Cara meletakkan gelas
ukur
2. Cara menuangkan air
3. Cara menambahkan
volume air
4. Cara mebaca
ukuran/volume air
5. Cara mencatat hasil
pengukuran
|
Setelah menentukan kriteria seperti
di atas, selanjunya dibuat penskoran dengan menggunakan rubrik. Rubrik adalah
suatu pedoman penskoran yang digunakan untuk menentukan tingkat kemahiran (proficiency)
siswa dalam mengerjakan tugas. Rubrik juga digunakan untuk menilai pekerjaan
siswa. Apabila dua orang guru atau lebih sedang menilai jenis pekerjaan yang
sama, maka penggunaan rubrik yang sama membantu mereka memandang produk itu
dengan cara yang sama.
Penilaian dapat dilakukan dengan ceklis dan rating
(peringkat). Penilaian dengan “rating scale” dikenal ada tiga jenis, yaitu :
(1)
numerical rating
scale;
(2)
graphic rating
scale; dan
(3)
descriptive
scale.
Contoh
ceklis dan ketiga “rating scale” di atas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Instrumen Asesmen Kinerja Berpidato dengan ceklis
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Tabel 2. Instrumen Asesmen Kinerja Berpidato
dengan numerical Rating Scale
Nama : ………………………………………….
Kelas : …………………………………………
|
Petunjuk:
Berilah lingkaran pada setiap aspek kinerja yang sesuai
dengan ketentuan sebagai berikut
1 bila siswa selalu
melakukan
2 bila kadang-kadang
3 bila jarang,
dan
4 bila tidak
pernah
I Ekspresi Fisik (Physical Expression)
|
A.
Berdiri tegak melihat pada penonton
1 2
3 4
|
B. Mengubah ekspresi wajah sesuai dengan
perubahan pernyataan yang disajikan
1 2 3 4
|
C. dst.
|
Tabel 3. Instrumen Asesmen Kinerja Berpidato dengan Menggunakan
Graphic
Rating Scale
Nama : .....................................................
Kelas :
....................................................
|
|||||||
Petunjuk
Berikanlah tanda silang (X) pada garis dimana aspek kinerja
siswa teramati pada waktu berpidato
1. Ekspresi Fisik (Physical Expression)
A. Berdiri tegak melihat pada penonton
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Selalu
|
Kadang-kadang
|
Jarang
|
Tidak Pernah
|
B.
Mengubah ekspresi wajah sesuai dengan perubahan pernyataan
yang disajikan
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||
Selalu
|
Kadang-kadang
|
Jarang
|
Tidak Pernah
|
|||||||||||
C. dst.
Tabel 4. Instrumen Asesmen Kinerja Berpidato dengan
Descriptive
rating Scale
Nama : .....................................................
Kelas :
....................................................
|
|||||
Petunjuk
Berikanlah tanda silang (X) pada garis dimana aspek kinerja
siswa teramati pada waktu berpidato
1. Ekspresi Fisik (Physical Expression)
A. Berdiri tegak melihat pada penonton
|
|||||
|
|
|
|
|
|
Bridiri tegak, selalu melihat pada penonton
|
Kadang-kadang berdiri tegak, melihat ke langit-langit
kadang-kadang
melihat penonton
|
Tidak pernah berdiri tegak, maka tidak pernah kontak
dengan penonton
|
B. dst.
B.
Asesmen Diri
Menurut Rolheiser dan Ross (2005) asesmen diri adalah
suatu cara untuk melihat kedalam diri sendiri. Melalui asesmen diri peserta
didik dapat melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk selanjutnya
kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement goal). Dengan
demikian, peserta didik lebih bertanggungjawab terhadap proses dan pencapaian
tujuan belajarnya.
Salvia dan Ysseldike (1996)
menekankan bahwa refleksi dan asesmen diri merupakan cara untuk menumbuhkan
rasa kepemilikan (ownership),
yaitu timbul suatu pemahaman bahwa apa yang dilakukan dan dihasilkan peserta
didik tersebut memang merupakan hal yang berguna bagi diri dan
kehidupannya.
Rolheiser dan Ross (2005) mengajukan suatu model
teoretik untuk menunjukkan kontribusi asesmen diri terhadap pencapaian tujuan.
Model tersebut menekankan bahwa, ketika mengevaluasi sendiri performansinya,
peserta didik terdorong untuk menetapkan tujuan yang lebih tinggi (goals).
Untuk itu, peserta didik harus melakukan usaha yang lebih keras (effort).
Kombinasi dari goals dan effort ini menentukan prestasi (achievement);
selanjutnya prestasi ini berakibat pada penilaian terhadap diri (self-judgment)
melalui kontemplasi seperti pertanyaan, „Apakah tujuanku telah tercapai‟? Akibatnya timbul reaksi (self-reaction)
seperti „Apa yang aku rasakan dari prestasi ini?‟
Goals, effort, achievement,
self-judgment, dan self-reaction
dapat terpadu untuk membentuk kepercayaan diri (self-confidence)
yang positif. Kedua penulis menekankan bahwa sesungguhnya, asesmen diri adalah
kombinasi dari komponen self-judgment dan self-reaction dalam
model tersebut.
Asesmen diri adalah suatu unsur
metakognisi yang sangat berperan dalam proses belajar. Oleh karena itu, agar
evaluasi dapat berjalan dengan efektif, Rolheiser dan Ross menyarankan agar
peserta didik dilatih untuk melakukannya. Kedua peneliti mengajukan empat
langkah dalam berlatih melakukan evaluasi diri, yaitu:
(1)
libatkan semua
komponen dalam menentukan kriteria penilaian,
(2)
pastikan semua
peserta didik tahu bagaimana caranya menggunakan kriteria tersebut untuk
menilai kinerjanya,
(3)
berikan umpan
balik pada mereka berdasarkan hasil evaluasi dirinya, dan
(4)
arahkan mereka
untuk mengembangkan sendiri tujuan dan rencana kerja berikutnya.
Untuk langkah pertama, yaitu menentukan kriteria
penilaian. Pengajar mengajak peserta didik bersama-sama menetapkan kriteria
penilaian. Pertemuan dalam bentuk sosialisasi tujuan pembelajaran dan curah
pendapat sangat tepat dilakukan. Kriteria ini dilengkapi dengan bagaimana cara
mencapainya. Dengan kata lain, kriteria penilaian adalah produknya, sedangkan
proses mencapai kriteria tersebut dipantau dengan menggunakan ceklis evaluasi
diri. Cara mengembangkan kriteria penilaian sama dengan mengembangkan rubrik
penilaian dalam asesmen kinerja. Ceklis asesmen diri dikembangkan berdasarkan
hakikat tujuan tersebut dan bagaimana mencapainya. Daftar cek pada asesmen kinerja di atas, bila
digunakan siswa pada saat proses belajarnya, akan menjadi alat asesmen diri
yang memberinya informasi tentang kemajuan belajarnya. Ada juga cara lain untuk
melakukan asesmen diri, misalnya dengan mengajukan pertanyaan sendiri dan menjawabnya,
menyatakan hal-hal yang disukai dari aktivitas yang dilakukannya, dan lain
sebagainya.
Ada kecenderungan peserta didik akan
menilai diri terlalu tinggi dan subyektif. Karena itu, penilaian diri dilakukan
berdasarkan criteria yang jelas dan objektif. Untuk itu penilaian diri oleh
peserta didik di kelas perlu dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut.
a. Menjelaskan kepada peserta didik tujuan penilaian
diri
b. Menentukan kompetensi atau aspek kemampuan yang
akan dinilai
c. Menentikan criteria penilaian yang akan digunakan
d. Merumuskan format penilaian, dapat berupa pedoman
penskoran, daftar tanda
cek atau
skala penilaian.
e. Meminta peserta didik untuk melakukan penilaian
diri
f. Guru mengkaji hasil penilaian, untuk mendorong peserta
didik supaya
senantiasa
melakukan penilaian diri secara cermat dan objektif
g. Lakukan tindakan lanjutanm antara lain guru
memberikan balikan tertulis, guru
dan siswa
membahas bersama proses dan hasil penilaian.
Asesmen diri merupakan suatu model yang menghubungkan
antara hakikat penilaian diri dengan hasil belajar siswa. Apabila siswa
merancang sendiri tujuan kemampuannya, maka ia memiliki kesempatan untuk
mendemonstrasikan kemampuannya. Keuntungan lainnya adalah member kesempatan
kepada siswa untuk terlibat dalam proses asesmen. Bila asesmen dipandang
sebagai bagian tak terpisahkan dari proses pembelajaran, maka fokus berpindah
dari member tes menjadi memebantu siswa memehami tujuan pengalaman belajar dan
kriteria keberhasilan. Selain itu hasil studi mengatakan bahwa melalui
penilaian diri memberi kesempatan pada siswa untuk berinteraksi social dengan
teman sejawat mulai dari siswa berkemampuan rendah sampai tinggi. Ada hubungan
positif antara kebutuhan dan prestasi siswa dan hal ini sangat tampak apabila
guru menggunakan teknik belajar kooperatif. Karena dalam pembelajaran
kooperatif menuntut siswa dapat berinteraksi bersama teman sejawat. Oleh karena
itu dalam penilaian diri terdapat tiga proses regulasi diri yaitu :
a.
Siswa melakukan
observasi sendiri yang berfokus pada aspek kinerja yang relevan denga tujuan
dan standar keberhasilan
b.
Siswa
mempertimbangkan sendiri dan menentukan tujuan khusus dan umum yang akan
dicapai
c.
Siswa melakukan
reaksi diri, menafsirkan tingkat pencapaian tujuan, dan menghayati
keberhasilan/kemajuan sebagau bahan refleksi diri.
Contoh Lembar Evaluasi Diri
Siswa
Inventori Minat Membaca
Nama Pembelajar:_____________________________
No.
|
Deskripsi
|
Ya/ Tidak
|
1.
|
Saya suka membaca cerita apapun, terutama kisah-kisah orang
terkenal
|
|
2.
|
Saya lebih banyak membaca cerita untuk waktu luang saya
|
|
3.
|
Saya tidak sabar untuk mengetahui akhir dari kisah yang saya
baca
|
|
4.
|
Banyak hal yang menarik dalam cerita-cerita yang saya baca
|
|
5.
|
Saya sering melihat kehidupan dalam cerita-cerita
|
|
6.
|
Saya lebih asyik membaca dibandingkan dengan melakukan
hal-hal yang lain
|
|
7.
|
Dst……..
|
|
C. Projek
Projek, atau seringkali disebut pendekatan projek (project
approach) adalah investigasi mendalam mengenai suatu topik nyata. Dalam
projek, siswa mendapat kesempatan mengaplikasikan pengetahuan dan
keterampilannya. Pelaksanaan projek dapat dianalogikan dengan sebuah cerita,
yaitu memiliki fase awal, pertengahan, dan akhir projek.
Kegiatan projek adalah cara yang amat baik untuk
melibatkan siswa dalam pemecahan masalah karena bersifat sangat ilmiah apalagi
ditunjang dengan kegiatan yang berhubungan dengan dunia nyata. Projek dapat melibatkan
siswa secara aktif dan menemukan situasi baru yang mendorong siswa menemukan
suatu masalah sehingga dapat menuntut mereka merumuskan hipotesis yang
membutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Untuk sekolah tingkat dasar melalui
projek juga menyediakan peluang bagi siswa untuk mengekplorasi ide-ide ilmiah
dengan menggunakan materi fisik atau teknologi baru. Siswa dapat diarahkan
untuk melakukan investigasi permasalahan yang ada di sekitar kehidupan siswa
baik lingkungan sekolah maupun tempat tinggal siswa. Projek yang diberikan
dalam konten(isi) pemecahan masalah, dapat digunakan siswa untuk
melakukan ekplorasi belajar dan berfikir tantangan ide
yang mengembangkan pemahaman mereka dalam berbagai area isi kurikulum.
Asesmen projek
dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kamampuan mengaplikasikan,
kamampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan dari siswa pada mata
pelajaran tertentu secara jelas. Dalam penilaian projek setidaknya ada 3 (tiga)
hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
a.
Kemampuan
pengelolaan, kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan
mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
b.
Relevansi,
kesesuaian dengan mata pelajaran dengan memepertimbangkan tahap pengetahuan,
pamahaman dan keterampilan dalam pembelajaran
c.
Keaslian, proyek
yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya dengan
mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek
peserta didik
Teknik asesmen projek dilakukan mulai dari perencanaan,
proses pengerjaan, sampai hasil akhir projek. Untuk itu, guru perlu menetapkan
hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan desain, pengumpulan
data, analisis data dan menyiapkan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil
penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian
dapat menggunakan alat/instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun skala
penilaian. Beberapa contoh kegiatan siswa dalam penilaian projek, misalnya
penelitian sederhana tentang dampak limbah terhadap kesehatan, pementasan
drama, dan sebagainya.
Berikut ini diberikan contoh suatu asesmen projek
dengan tugas projek berupa pertunjukan drama.
Fase awal : Guru memberikan tugas projek pada siswa, sebagai
berikut.
Tugas
Projek : Pertunjukan Drama
Petunjuk :
o
Pilihlah
salahsatu drama karya Putu Wijaya
o
Setiap kelompok
terdiri dari 5 – 10 orang siswa
o
Pertunjukan
akan dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2007 di auditorium sekolah
o
Lama waktu
pertunjukan adalah satu jam untuk setiap kelompok, karena itu naskah dapat
dimodifikasi tanpa meninggalkan pesan aslinya.
Fase
Pengembangan;
Siswa mencari bahan, memodifikasi naskah, berdiskusi
dengan ahli, berlatih secara terbimbing maupun mandiri.
Fase
Akhir: siswa menampilkan hasil
kerja mereka, yaitu berupa petunjukan drama.
|
Untuk
tugas projek tersebut di atas, guru mengembangkan rubric penilaian seperti
dibawah ini.
No.
|
Aspek
|
Deskripsi
|
Skor (1-5)
|
Bobot
|
|
1.
|
Persiapan
|
Pemilihan naskah
|
|
|
|
Pemilihan pemain
|
|
||||
Jadwal kegiatan
|
|
||||
………………..
|
|
||||
………………….
|
|
||||
2.
|
Pelaksanaan
|
Kerjasama
|
|
|
|
Intensitas dan kualitas latihan
|
|
||||
…………………….
|
|
||||
……………………..
|
|
||||
……………………..
|
|
||||
3.
|
Akhir
|
Ketepatan pembawaan karakter
|
|
|
|
Improvisasi
|
|
||||
Aplikasi konsep tata panggung dan pendukung lainnya
|
|
||||
Kekuatan penyampaian pesan
|
|
||||
…………………..
|
|
||||
4.
|
……………..
|
…………………….
|
|
|
|
D. Portofolio
Johnson
and Johnson (dalam Janet, 2002: 98) mendefinisikan, “A portfolio is an
organized collection of evidence accumulated over time on a student’s or
group’s academic progress, achievements, skills, and attitudes.” Jadi,
portfolio merupakan koleksi dari bukti-bukti kemajuan siswa atau kelompok
siswa, bukti prestasi, keterampilan, dan sikap siswa. Dalam konteks ini,
portfolio matematika merupakan kumpulan (koleksi) pekerjaan-pekerjaan siswa
yang terbaik atau karya siswa yang paling berarti sebagai hasil kegiatan
matematikanya. Portfolio dapat menampilkan pekerjaan terdahulu dan pekerjaan
terbaru sehingga mengilustrasikan kemajuan belajar siswa (Janet).
Penilaian portofolio merupakan satu metode penilaian
berkesinambungan, dengan mengumpulkan informasi atau data secara sistematik
atas hasil pekerjaan seseorang (Pomham, 1984). Seluruh hasil belajar peserta
didik (hasil tes, hasil tugas perorangan, hasil praktikum atau hasil pekerjaan
rumah) dicatat dan diorganisir secara sistematik.
Fungsi
penilaian fortopolio adalah sebagai alat untuk mengetahui kemajuan kompetensi
yang telah dicapai peserta didik dan mendiagnosis kesulitan belajar peserta
didik, memberikan umpan balik untuk kepentingan perbaikan dan penyempurnaan
KBM. Kumpulan hasil pekerjaan peserta didik dapat berupa: (1) puisi; (2)
karangan; (3) gambar/tulisan; (4) peta/denah; (5) desain; (6) paper; (7)
laporan observasi; (8 ) laporan penyelidikan; (9) laporan penelitian; (10)
laporan eksperimen; (11) sinopsis;(12) naskah pidato/kotbah; (13) naskah drama;(14)
doa; (15) rumus;(16) kartu ucapan; (17) surat; (18 ) komposisi musik; (19) teks
lagu; (20) resep masakan.[1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar