PENDAHULUAN
A. Pengertian Evaluasi, Pengukuran, Tes dan Penilaian
(Assessment)
Banyak orang mencampuradukkan
pengertian antara evaluasi, pengukuran (measurement), tes, dan penilaian
(assessment), padahal keempatnya memiliki pengertian yang berbeda. Evaluasi
adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah
direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula
untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan dengan
keputusan nilai (value judgement). Stufflebeam (Abin Syamsuddin Makmun, 1996)
memengemukakan bahwa : educational evaluation is the process of
delineating, obtaining,and providing useful, information for judging decision
alternatif . Dari pandangan Stufflebeam, kita dapat melihat bahwa esensi
dari evaluasi yakni memberikan informasi bagi kepentingan pengambilan
keputusan. Di bidang pendidikan, kita dapat melakukan evaluasi terhadap
kurikulum baru, suatu kebijakan pendidikan, sumber belajar tertentu, atau etos
kerja guru.
Pengukuran (measurement) adalah
proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu
tingkatan di mana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu.
Penilaian (assessment) adalah
penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh
informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian
kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan
tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik.Hasil
penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata)
dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses
pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Tes adalah cara penilaian yang
dirancang dan dilaksanakan kepada peserta didik pada waktu dan tempat tertentu
serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas.
Secara khusus, dalam konteks
pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan untuk mengetahui kemajuan dan hasil
belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan
proses belajar mengajar, dan penentuan kenaikan kelas. Melalui penilaian dapat
diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan
keberhasilan belajar peserta didik, guru, serta proses pembelajaran itu
sendiri. Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang
pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya bimbingan yang diperlukan serta
keberadaan kurikukulum itu sendiri.
B. Tujuan Penilaian
Penilaian memiliki tujuan yang
sangat penting dalam pembelajaran, diantaranya untuk grading, seleksi,
mengetahui tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, diagnosis, dan prediksi.
- Sebagai grading, penilaian ditujukan untuk menentukan atau membedakan kedudukan hasil kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik lain. Penilaian ini akan menunjukkan kedudukan peserta didik dalam urutan dibandingkan dengan anak yang lain. Karena itu, fungsi penilaian untuk grading ini cenderung membandingkan anak dengan anak yang lain sehingga lebih mengacu kepada penilaian acuan norma (norm-referenced assessment).
- Sebagai alat seleksi, penilaian ditujukan untuk memisahkan antara peserta didik yang masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak. Peserta didik yang boleh masuk sekolah tertentu atau yang tidak boleh. Dalam hal ini, fungsi penilaian untuk menentukan seseorang dapat masuk atau tidak di sekolah tertentu.
- Untuk menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai kompetensi.
- Sebagai bimbingan, penilaian bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan.
- Sebagai alat diagnosis, penilaian bertujuan menunjukkan kesulitan belajar yang dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan. Ini akan membantu guru menentukan apakah seseorang perlu remidiasi atau pengayaan.
- Sebagai alat prediksi, penilaian bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang pendidikan berikutnya atau dalam pekerjaan yang sesuai. Contoh dari penilaian ini adalah tes bakat skolastik atau tes potensi akademik.
Dari keenam tujuan penilaian
tersebut, tujuan untuk melihat tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, dan
diagnostik merupakan peranan utama dalam penilaian.
Sesuai dengan tujuan tersebut,
penilaian menuntut guru agar secara langsung atau tak langsung mampu
melaksanakan penilaian dalam keseluruhan proses pembelajaran. Untuk menilai
sejauhmana siswa telah menguasai beragam kompetensi, tentu saja berbagai jenis
penilaian perlu diberikan sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai, seperti
unjuk kerja/kinerja (performance), penugasan (proyek), hasil karya (produk),
kumpulan hasil kerja siswa (portofolio), dan penilaian tertulis (paper and
pencil test). Jadi, tujuan penilaian adalah memberikan masukan informasi secara
komprehensif tentang hasil belajar peserta didik, baik dilihat ketika saat
kegiatan pembelajaran berlangsung maupun dilihat dari hasil akhirnya, dengan
menggunakan berbagai cara penilaian sesuai dengan kompetensi yang diharapkan
dapat dicapai peserta didik.
C. Pendekatan Penilaian
Ada dua pendekatan yang dapat
digunakan dalam melakukan penilaian hasil belajar, yaitu :
1)
Penilaian Acuan Norma atau
norm-referenced assessment
2)
Penilaian Acuan Kriteria atau criterion
referenced assessment.
Perbedaan kedua pendekatan tersebut
terletak pada acuan yang dipakai. Pada penilaian yang mengacu kepada norma,
interpretasi hasil penilaian peserta didik dikaitkan dengan hasil penilaian
seluruh peserta didik yang dinilai dengan alat penilaian yang sama. Jadi hasil
seluruh peserta didik digunakan sebagai acuan. Sedangkan, penilaian yang
mengacu kepada kriteria atau patokan, interpretasi hasil penilaian bergantung
pada apakah atau sejauh mana seorang peserta didik mencapai atau menguasai
kriteria atau patokan yang telah ditentukan. Kriteria atau patokan itu
dirumuskan dalam kompetensi atau hasil belajar dalam kurikulum berbasis
kompetensi.
Dalam pelaksanaan kurikulum
berbasis kompetensi, pendekatan penilaian yang digunakan adalah penilaian yang
mengacu kepada kriteria atau patokan. Dalam hal ini prestasi peserta didik
ditentukan oleh kriteria yang telah ditetapkan untuk penguasaan suatu
kompetensi. Meskipun demikian, kadang kadang dapat digunakan penilaian acuan
norma, untuk maksud khusus tertentu sesuai dengan kegunaannya, seperti untuk
memilih peserta didik masuk rombongan belajar yang mana, untuk mengelompokkan
peserta didik dalam kegiatan belajar, dan untuk menyeleksi peserta didik yang
mewakili sekolah dalam lomba antar-sekolah.
D. Ruang Lingkup Penilaian Hasil Belajar
Hasil belajar peserta didik dapat
diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu:
1)
Domain kognitif (pengetahuan atau yang
mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika – matematika),
2)
Domain afektif (sikap dan nilai atau
yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi, dengan kata
lain kecerdasan emosional), dan
3)
Domain psikomotor (keterampilan atau
yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan
musikal).
Sejauh mana masing-masing domain
tersebut memberi sumbangan terhadap sukses seseorang dalam pekerjaan dan
kehidupan ? Data hasil penelitian multi kecerdasan menunjukkan bahwa kecerdasan
bahasa dan kecerdasan logika-matematika yang termasuk dalam domain kognitif
memiliki kontribusi hanya sebesar 5 %. Kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan
intrapribadi yang termasuk domain afektif memberikan kontribusi yang sangat
besar yaitu 80 %. Sedangkan kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spatial
dan kecerdasan musikal yang termasuk dalam domain psikomotor memberikan
sumbangannya sebesar 5 %
Namun, dalam praxis pendidikan di
Indonesia yang tercermin dalam proses belajar-mengajar dan penilaian, yang amat
dominan ditekankan justru domain kognitif. Domain ini terutama direfleksikan
dalam 4 kelompok mata pelajaran, yaitu bahasa, matematika, sains, dan ilmu-ilmu
sosial. Domain psikomotor yang terutama direfleksikan dalam mata-mata pelajaran
pendidikan jasmani, keterampilan, dan kesenian cenderung disepelekan. Demikian
pula, hal ini terjadi pada domain afektif yang terutama direfleksikan dalam
mata-mata pelajaran agama dan kewarganegaraan.
Agar penekanan dalam pengembangan
ketiga domain ini disesuaikan dengan proporsi sumbangan masing-masing domain
terhadap sukses dalam pekerjaan dan kehidupan, para guru perlu memahami
pengertian dan tingkatan tiap domain serta bagaimana menerapkannya dalam proses
belajar-mengajar dan penilaian.
Perubahan paradigma pendidikan
dari behavioristik ke konstruktivistik tidak hanya menuntut adanya perubahan
dalam proses pembelajaran, tetapi juga termasuk perubahan dalam melaksanakan
penilaian pembelajaran siswa. Dalam paradigma lama, penilaian pembelajaran
lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung hanya menilai kemampuan
aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes
obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali
diabaikan.
Dalam pembelajaran berbasis
konstruktivisme, penilaian pembelajaran tidak hanya ditujukan untuk mengukur
tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup seluruh aspek kepribadian
siswa, seperti: perkembangan moral, perkembangan emosional, perkembangan sosial
dan aspek-aspek kepribadian individu lainnya. Demikian pula, penilaian tidak
hanya bertumpu pada penilaian produk, tetapi juga mempertimbangkan segi proses.
Kesemuanya itu menuntut adanya
perubahan dalam pendekatan dan teknik penilaian pembelajaran siswa. Untuk
itulah, Depdiknas (2006) meluncurkan rambu-rambu penilaian pembelajaran siswa,
dengan apa yang disebut Penilaian Kelas.[1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar